Kamis, 26 April 2012

Tugas PKN Review Seminar Nasional Undang-Undang 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS )

A. Latar belakang adanya Undang-Undang mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

BPJS atau Badan Penyelenggara jaminan sosial dikatakan sebagai amanat konstitusi karena dapat dilihat pada pembukaan undang-undang dasar 1945 dan sila kelima pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, UUD 1945 pasal 28 dan pasal 38 ayat 2.BPJS di perlukan juga karena merupakan aspek kebutuhan rakyat secara yang secara menyeluruh dan tidak terfragmentasi. Aksebilitas masyarakat yang berbeda karena perbedaan ekonomi,letak geografis dan perbedaan ketersediaan fasilitas sehingga mendorong dibutuhkannya jaminan sosial. BPJS ada untuk transformasi atau peleburan pada empat BUMN yaitu PT. Askes, PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Asabri. Dimana setiap BPJS tersebut terdapat adanya fregmentasi dan dengan adanya undang-undang tersebut sehingga semuanya bisa melebur.

Didalam undang-undang BPJS ini terbagi dua, yaitu :
- BPJS kesehatan, dimana mengelola program jaminan kesehatan.
- BPJS ketenagakerjaan, meliputi pengelolaan progam jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun.

Undang-undang ini akan menghimpun 5 kebutuhan rakyat ( kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, pensiun ). PT. askes yg bertransformasi menjadi BPJS kesehatan dan PT. jamsostek kepada BPJS ketenagakerjaan.

BPJS ini memegang prinsip yaitu:- Kegotong-royongan- Nirlaba- Keterbukaan- Kehati-hatian- Akuntabilitas- Portabilitas- Kepesertaan bersifat wajib- Dana amanat- Pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Dalam transformasi terdapat beberapa syarat sehingga setiap BUMN mempunyai jaminan ketika bertransformasi, Yaitu :
- Tidak boleh adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tidak boleh adanya penghilangan hak-hak normatif dari karyawan keempat BUMN.
- Tidak boleh merugikan peserta lama yang mengikuti program di empat BUMN.
- Tidak boleh ada program terhadap peserta lama yang stagnan atau terhenti.
- Satu peserta hanya membayar satu kali untuk setiap program.
- Ada batasan waktu transformasi berupa program,peserta, asset dan lembaga.
- Pemerintah diamanatkan untuk menyelesaikan seluruh peraturan pelaksanan yang diperlukan terkait transformasi empat BUMN dengan batasan waktu paling lambat 24 bulan.
- Proses pengambilan asset dari 4 BUMN kepada asset BPJS dan asset dana jaminan sosial dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Dalam pengimplentasi BPJS terdapat prasyarat :
- Adanya identitas tunggal.
- Penyesuaian aspek hukum dari peraturan perundang-undangan.
- Proses penyesuaian dari perusahaan persero menjadi BPJS.
- Perancang manfaat setiap program jaminan SJSN serta detail atas proyeksi fiscal jangka pendek dan janka panjang untuk lima program jaminan sosial SJSN.
- Perbaikan sistem penarikan iuran/premi/konstribusi dan system pengumpulan data.
- Negosiasi kontrak dengan penyedia pelayanan kesehatan dan pelaksanaan procedure pengendalian kualitas.
- Penentuan metodologi untuk mengidentifikasi dan memonitor rakyat miskin yang berhak untuk mendapatkan subsidi dari pemerintah.
- Pembentukan sebuah kantor aktuaria Negara untuk mengelola aspek keuangan dan aspek managemen resiko program SJSN.

Dengan adanya undang-undang ini dapat memperoleh manfaat bagi :
- Pemerintah : penyelenggara SJSN
- Pemberi kerja & pekerja : memberikan perlindungan atas resiko kehilangan pendapatan- Masyarakat : memberikan kepartian perlindungan terhadap resiko sosial dengan jaminan sosial yang mengalami perluasan manfaat, cakupan, dan kepesertaan.

Saran dari bapak Ahmad Nizar yaitu Pelajari dan ikuti undang-undang ini, sebagaimana dibuat untuk menciptakan kesejahteraan. Dikatakan wajib maka di adakan sangsi yaitu hanya sangsi administratif kepada masyarakat. Bagi fakir miskin iurannya dibayarkan oleh Negara.Dalam pembentukan undang-undang ini masih dalam proses dan tidak di ketahui kapan proses ini berakhir.

B. Teknis pelaksanaan pada dua bagian BPJS.

PT. Askes yang ditunjuk berperan dalam BPJS 1( satu ) khusus untuk Jaminan Kesehatan. Adanya Jaminan kesehatan dianggap penting karena kita tidak mengetahui kapan sewaktu-waktu penyakit akan datang menyerang kita. Ketika dimana saat kita memerlukan bantuan perobatan dan terkadang biaya administrasi membuatnya menjadi terkendala. Dengan adanya jaminan kesehatan sehingga memudahkan kita dalam menjalani proses pengobatan / penyembuhan. Kita tidak tahu biaya obat maupun rumah sakit sekarang semakin tinggi serta semakin banyaknya jenis penyakit yang datang menyerang dan juga perkembangan teknologi yang semakin tinggi.

BPJS kesehatan beroprasi pada 1 januari 2014. PT. Jamsostek ditunjuk berperan dalam BPJS II (dua) khusus untuk jaminan ketenagakerjaan yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. BPJS ketenagakerjaan beroprasi pada 1 juli 2015 . Dikarenakan undang-undang ini yang begitu ruwet maka dibutuhkan waktu yang agak lama agar tidak saling bertabrakan dengan satu dan yang lainnya.

C. Analisis dalam memaknai kata “Sosial” dalam frase “Jaminan Sosial”

Pemerintah melalui undang-undang RI No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan sosial telah memberikan ultimatum yang pada intinya menegaskan bahwa pemerintah melalui aturan itu membentuk badan yang akan menyelenggarakan program jaminan sosial. Terdapat dua kegiatannya yaitu di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Pesertanya meliputi unsur yaitu setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan. Yang sangat penting dianalisis lebih lanjut yaitu konsep sosial dalam terminology “jaminan sosial”. Sebab dalam undang-undang yang disebut terdapat dikotomi yang mebuat wilayah perdebatan terbuka luas ketika disebutkan bahwa peserta kebijakan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pekerja, pemberi kerja, dan masyarakat umum yang jalur pembayaran iurannya berbeda satu dengan yang lain. Lebih dari itu titik tekan analisis diperlukan untuk menjawab permasalahan pada titik focus siapa yang diuntungkan lewat kebijakan ini? Mengapa seolah-olah terdapat dikotomi kepesertaan dalam “menikmati” kebijakan ini? Dalam hal ini kita mencoba mendiskusikan format kebijakan sosial yang akan dilaksanakan oleh indonesia dengan meletakkan pada sistem politik kebijakan yang kompatibel baik dari sisi ideal-konstitutionalnya maupun berdasarkan aspek sustainabilitas program dalam memberikan perlindungan sosial secara maksimal. Analisis makna “sosial” pada frase “jaminan sosial” akan menjadi sorotan utama yang diangkat sebagai upaya untuk mendudukkan permaslahan jaminan sosial sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. Kebijakan public disini adalah rakyat. Dimana diperolehnya pengakuan dan justifikasi bahwa kebijakan itu ber-nash apa tidaknya adalah karena ditimbang, diukur, dan diberi bobot oleh public, bukan oleh siapapun. Pada dasarnya kebijakan public merupakan hasil dari berbagai perbincangan masalah public yang ada dan telah terindentifikasi, merumuskan solusinya serta bagaimana mengimplementasikannya.Maka dari itu istilah “Sosial” dalam frase “Jaminan Sosial” perlu didefenisikan secara tegas dan sesuai dengan makna substansinya bukan hanya dilihat dari sudut pandang jaminan sosial berbasis potensi sumber daya yang secara ekonomi memberikan implikasi kesejahteraan berbagai pihak. Terminology “sosial” yang melekat pada kebijakan Negara tentang jaminan sosial seperti dianalisis di atas dalam area analisis kebijakan public seharusnya dipandang sebagai objek yang menjadi sasaran program kebijakan itu dengan memperhatikan gagasan dari public goods sebagai bagian dari kebijakan itu sendiri. Berdasarkan anggapan seperti ini, maka seharusnya tafsir sosial yang melekat pada kata “jaminan sosial” seyogyanya selalu dimaknai sebagai upaya Negara sebagai perumus kebijakan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat luas tanpa membedakan dari berbagai sudut pandang geografis dan status kepersertaan. Dalam analisis keadilan sosial justru membedakan kepesertaan sebagai penerima manfaat dari karakteristik yang dirumuskan dalam aturan UU no. 24 tahun 2011 menjadi tidak adil, oleh karena masyarakat dibedakan menjadi kelompok yang difasilitasi lewat pembiayaan pemerintah dan kelompok yang tidak difasilitasi atau membayar iuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar